Minggu, 29 Maret 2015

Dampak Pemilu 2014 terhadap Perekonomian Indonesia

DAMPAK PEMILU 2014 TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Tahun 2014 merupakan tahun politik yang dikhawatirkan akan menimbulkan sedikit kebisingan dan kegaduhan politik. Ditambah dengan adanya suksesi kepemimpinan nasional, sedikit-banyak hal ini akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.

Setelah Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilihan Anggota Legislatif (DPR-RI) periode 2014-2019 secara demokratis, kita perlu bersyukur bahwa masa kampanye Pilpres untuk memilih Presiden RI periode 2014-2019 secara umum berlangsung secara aman, tertib dan damai. Hal ini semakin menegaskan kualitas dan kematangan berdemokrasi di Indonesia pasca-reformasi semakin baik. Hal ini penting karena tertib dan terkendalinya stabilitas politik, keamanan dan ketertiban semasa kampanye merupakan prime-causa berjalan baiknya pembangunan ekonomi suatu negara. Praktis tidak ada satupun negara di dunia mampu memajukan perekonomiannya di tengah ketidakstabilan politik dan keamanan.
Ketika Pilpres berjalan secara aman, demokratis dan tertib maka dipastikan ekonomi setelah Pilpres akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, dengan hadirnya Presiden dan Kabinet baru akan meningkatkan ekspektasi dari masyarakat dan dunia usaha. Presiden dan Kabinet Baru dipastikan mengusung tema perubahan dan perbaikan dari periode sebelumnya. Selain itu juga, Presiden dan Kabinet Baru akan berusaha sekuat tenaga mewujudkan janji-janji politik semasa kampanye Pilpres.
Kedua, terjaganya situasi aman dan tertib akan semakin meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Investor baik di pasar modal maupun sector riil sangat sensitive terhadap stabilitas politik karena dapat mengganggu perencanaan dan imbal balik investasi mereka. Terlebih investasi di sector riil dan infrastruktur yang bersifat jangka panjang. BKPM sendiri menargetkan bahwa sepanjang 2014 diharapkan adanya realisasi investasi di atas Rp. 456,6 triliun. Optimisme hal ini terwujud juga tercermin pada realisasi investasi kuartal I-2014 yang mencapai Rp. 106,6 triliun dan meningkat sebesar 14,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ketiga, dengan terjaganya situasi aman dan tenang selama Pilpres maka akan semakin menegaskan bahwa Indonesia menjadi Negara tujuan investasi penting di Asia-Pasifik. Seiring dengan semakin membesarnya jumlah kelas menengah, kebijakan industrialisasi dan hilirisasi, pembangunan infrastruktur serta strategi pengelolaan inflasi yang terpadu akan mendorong ke dua sisi aspek ekonomi baik dari sisi permintaan maupun pasokan. Capital-inflow baik untuk pasar modal maupun investasi juga diprediksi akan semakin meningkat. Hal ini juga diperkuat dengan komitmen yang tinggi dari Pemerintah untuk terus menjaga fundamental perekonomian nasional.
Tentunya kita semua berharap akan halnya pasca Pilpres 2004 dan 2009 bahwa semua kontestasi politik electoral berakhir setelah terpilihnya Presiden hasil pemungutan suara langsung. Masing-masing pendukung, relawan dan tim-sukses harus menerima siapapun yang diberikan mandate oleh rakyat, berupa suara terbanyak. Prinsip siap menang dan siap kalah merupakan keniscayaan di era demokrasi. Dukungan dari semua pihak siapapun nantinya yang akan terpilih sebagai Presiden RI 2014-2019 merupakan modal penting bagi bangsa ini untuk menyukseskan pembangunan ekonomi lima tahun mendatang.
Tidak perlu terlalu pesimistis dan khawatir terhadap hajatan politik 2014, karena hajatan politik dengan dana triliunan rupiah dapat menjadi kebijakan countercyclical yang dapat menstimulus perekonomian Indonesia. Seberapa besar dampak pengungkit Pemilu 2014 terhadap perekonomian Indonesia sangat bergantung pada seberapa besar uang yang beredar dalam perekonomian sebagai akibat dari kegiatan Pemilu 2014. Hal ini juga bergantung pada bagaimana dana tersebut dialokasikan.

Gelaran pesta demokrasi di Indonesia kali ini disebut tidak akan memberikan dampak positif bagi perekonomian rakyat. Pasalnya, meski belanja partai untuk kampanye meningkat, namun tidak berdampak signifikan karena pasar Indonesia disesaki oleh barang impor.
Pengamat INDEF, Enny Sri Hartati, mengatakan ketergantungan pemerintah pada impor membuat belanja partai justru menguntungkan negara lain tanpa menghidupkan industri dalam negeri. "Pemilu 2009 waktu itu neraca perdagangan kita masih surplus karena masih dipenuhi dalam negeri berarti industri kita bergerak. Peningkatan belanja parpol ada multi efek ke produksi ini akselerasi ekonomi. Sekarang banyak dipenuhi impor ke pertumbuhan terbatas. Kontribusi pemilu terbatas 2014 ini," ucap Enny di Jakarta, Rabu (2/4).

Selain itu, sifat pemerintah yang rajin impor juga disebabkan karena tingginya inflasi di Indonesia. Inflasi membuat produksi dalam negeri terhambat karena tingginya harga.

Kondisi ini juga berbeda dengan Pemilu 2009 silam, di mana sebelum pemilu Presiden SBY masih sempat menurunkan harga BBM subsidi. "2009 masih sempat menurunkan BBM jadi inflasi menjadi kecil dan daya beli terjaga. Jadi ada dampak ke pertumbuhan perekonomian," tutupnya.

Data menunjukkan bahwa biaya investasi politik/dana kampanye bagi para calon legislator sebesar Rp 750 juta-1 miliar per caleg DPR dan sebesar Rp 250-500 juta per caleg DPRD provinsi. Dengan mengalikan dana investasi politik tersebut dengan jumlah calon legislator yang berlaga dalam Pemilu 2014, yaitu 6.708 (caleg DPR), 929 (caleg DPD), 23.287 (caleg DPRD provinsi), dan 200.874 (caleg DPRD kabupatan/kota), akan diperoleh perkiraan jumlah dana yang bergulir dalam perekonomian.

Suntikan dana sebesar Rp 115 triliun merupakan berkah tersendiri di tengah kelesuan perekonomian saat ini. Berdasarkan pengalaman Pemilu 2009 dan alokasi dana APBN, dana Pemilu 2014 akan dibelanjakan di sektor-sektor yang berkaitan dengan aktivitas kampanye, yaitu 17,99 persen (industri kertas, percetakan, dan barang dari kertas), 12,46 persen (industri tekstil dan pakaian), 17,5 persen (transportasi dan telekomunikasi), 12,1 persen (industri manufaktur), 13,18 persen (hotel dan restoran), serta 6 persen (jasa swasta, iklan, dan lainnya). Sektor-sektor inilah yang akan diuntungkan dengan adanya Pemilu 2014.

Estimasi Dartanto, Nowansyah, dan Fairu (2014), dengan menggunakan tabel input-output 2010 menunjukkan bahwa dana Rp 115 triliun yang berputar selama Pemilu 2014 akan membangkitkan dampak tidak langsung dalam perekonomian sebesar Rp 89 triliun. Jadi, dampak langsung dan tidak langsung Pemilu 2014 adalah sebesar Rp 205 triliun. Dampak tidak langsung dihasilkan oleh multiplier effect kegiatan kampanye yang menggairahkan aktivitas ekonomi. Contohnya, kegiatan percetakan suara serta alat peraga kampanye tidak hanya mendorong aktivitas di sektor tersebut, tapi juga akan meningkatkan aktivitas industri kertas, cat, buruh cetak, serta backward and forward linkage lainnya dalam perekonomian.

Melihat besarnya dana yang bergulir dalam Pemilu 2014, target pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen pada 2014 bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Dengan skenario moderat-optimistis, aktivitas Pemilu 2014 akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5-0,7 persen. Sektor-sektor industri yang tumbuh cemerlang dengan adanya Pemilu 2014 adalah industri kertas dan percetakan (7,54 persen), industri tekstil dan pakaian jadi (2,85 persen), transportasi dan telekomunikasi (1,37 persen), serta hotel dan restoran (1,65 persen).

Jika kita melihat dampak Pemilu 2014 terhadap penciptaan lapangan kerja, tidak ada ruang pesimisme dalam melihat perekonomian Indonesia pada 2014. Aktivitas Pemilu 2014 akan mendorong terciptanya kesempatan kerja untuk 2,48 juta orang, di mana sebesar 217 ribu kesempatan kerja tercipta di sektor industri tekstil dan pakaian jadi, 170 ribu di sektor transportasi dan telekomunikasi, dan 113 ribu di sektor industri kertas dan percetakan.

Yang paling menggembirakan adalah terciptanya kesempatan kerja sekitar 894 ribu di sektor jasa-jasa lainnya (yang tidak jelas batasannya), termasuk aktivitas pengerahan massa dalam kegiatan kampanye dan saksi-saksi dalam pemilu. Walaupun kesempatan kerja yang tercipta sebagian besar bukan kesempatan kerja tetap, hal ini sudah cukup memberi manfaat yang besar dalam membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Biasanya sektor-sektor yang tumbuh signifikan saat pemilu adalah sektor transportasi dan komunikasi, listrik, gas, dan air bersih, jasa-jasa, kontruksi, pertanian, dan keuangan. Sementara sektor yang turun adalah pertambangan dan perdagangan.
Lain halnya menurut pernyataan Sunarsip menilai, Pemilu 2014 tidak berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia dikarenakan beberapa hal. Di antaranya, regulasi penyelanggara dan pengawas pemilu ketat, minimnya jumlah keikutsertaan partai politik, serta mudah ditebaknya siapa pemenang pemilu 2014.
"Dampak ekonominya rendah, kenapa kecil? Karena peta politik tahun 2014 sudah berbeda 2009 dan 2004. Kontestan sekarang sudah bisa ketebak, regulasi KPU dan Bawaslu semakin ketat," ujar Sunarsip.
Selain itu, kata Sunarsip, jumlah kampanye terbuka semakin sedikit. Apalagi, penggunaan media kampanye kini relatif beragam, seperti lewat media jejaring sosial. Dampak ekonomi riil bagi pelaku usaha pun berkurang drastis.
Masyarakat sangat berharap dari pelaksanaan Pemilu 2014 dapat bermanfaat secara positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Setidaknya, pada saat pelaksanaan Pemilu diharapkan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh tingkat konsumsi seputar pelaksanaan pemilu. Peningkatan konsumsi ini didorong dengan tingkat konsumsi di beberapa sektor, seperti sektor energi dan transportasi. Banyak kalangan juga menyakini bahwa kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan Pemilu 2014 akan memudahkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesa 6% pada 2014 atau sebaliknya kegagalan pelaksanaan Pemilu 2014 juga akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Disamping itu, Pemerintah hasil Pemilu 2014 diharapkan memperbaiki sektor ekonomi mikro, karena angka pengangguran, kemiskinan masih tinggi, kesenjangan yang cukup besar antara orang kaya semakin kaya, infrastruktur, khususnya jalan dan listrik belum memadai dan perizinan investasi masih belum sesuai harapan. Pemerintah perlu membuka kesempatan kerja produktif untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Kondisi ini ditunjang dengan meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah yang lebih dari 5 juta jiwa, sementara dari segi demografi usia mereka berkisar antara 35 tahun hingga 40 tahun. Beberapa sektor industri yang dapat dipacu untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2014 antara lain industri alat transportasi, industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik, industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi, industri makanan, serta industri kertas, barang dari kertas dan percetakan.
Meskipun demikian, dalam upayanya mengejar target pertumbuhan ekonomi 2014, pemerintahan hasil Pemilu 2014 diperkirakan masih akan menghadapi sejumlah kendala antara lain, biaya produksi yang meningkat akibat kenaikan upah minimum regional, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga gas, tertekannya kinerja industri manufaktur,bencana banjir, termasuk aksi unjuk rasa buruh yang semakin pasif yang terjadi sejak awal 2014.
Jika melirik kepada pendapat Dudley Seers, ekonom pembangunan dari Oxford menulis The Meaning of Development (1970), tolok ukur pembangunan ada tiga yaitu apa yang terjadi dengan kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Jika salah satu memburuk, sangatlah aneh disebut pembangunan meski pendapatan berlipat. Maka, selama ini belum dapat dinilai ada pembangunan di Indonesia.
Oleh karena itu, politisi dalam kampanye Pemilu 2014 jangan terlalu janji muluk-muluk, bahkan jangan terlalu mengkultusindividukan atau mematok seseorang pasti akan bisa menjadi Presiden, karena semuanya dapat berdampak buruk setelah Pemilu 2014, seperti dikatakan Mathew Flinders.
Mathew Flinders dalam Defending Politics : Why Democracy Matters in Twentieth Century (2012) mengatakan bahwa, apatisme politik kerap berawal dari ketergantungan politisi terhadap konstituen. Ini yang membuat mereka mengumbar janji-janji populis, sementara rakyat mempercayai janji-janji tersebut tanpa syarat. Dalam kondisi demikian, jalan untuk merehabilitasi ranah politik membutuhnya hadirnya kedewasaan berpolitik.

Sumber :