Minggu, 31 Mei 2015

Daya Saing Bank di Indonesia Dalam Menghadapi MEA

Tak terasa tahun 2015 kita jalani, cepat atau lambat masyarakat asean akan terkoneksi satu dengan yang lainnya. Salah satu hal yang sudah kita rasakan adalah bepergian ke negara ASEAN tanpa menggunakan visa. Banyak warga di Indonesia pesimis akan daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Banyak sekali hambatan di Indonesia semisal birokrasi, infrastruktur, dan kepastian hukum. Namun kita jangan mudah pasrah akan peluang itu, Bangsa Indonesia memiliki DNA Sejarah bisa menguasai wilayah hingga ASEAN saat jaman Majapahit dan Sriwijaya.
Kita musti berpikir sejenak dan tenang dalam menghadapi MEA, sehingga kita bisa meningkatkan kemampuan diri guna bersaing di kawasan ASEAN. Kembali pada permasalahan perbankan di ASEAN, jauh sebelum direncanakan MEA sebenarnya bank kepemilikan asing di Indonesia sudah menjamur. Bahkan secara organik maupun anorganik kekuatan modal mengakuisisi bank dan lembaga keuangan di Indonesia, tentu saja tujuan utama adalah menghasilkan modal. Tidak hanya mengubah nama atau menggabungkan nama, namun ada pula akuisisi modal asing tersebut tanpa merubah nama sama sekali namun jelas halnya kepemilikan asing menjadi mayoritas di bank tersebut sehingga hasil laba berupa dividen bisa diambil secara maksimal.
Saat ini Indonesia dikaruniai oleh Tuhan sumber daya alam beserta sumber daya manusia yang produktif, dan tentu saja itu menjadi pasar yang cemerlang. Oleh karena itu jangan heran jika bank kepemilikan asing sudah mulai membuka cabang di kota besar di Indonesia bahkan mereka berani membuka cabang di kota non ibukota provinsi. Lebih berani lagi bank kepemilikan asing tersebut telah merambah segmen mikro yang sejatinya telah menjadi core bisnis dari BRI. Saat ini Indonesia memiliki bank ratusan jumlahnya belum lagi ditambah dengan BPR dan lembaga pembiayaan lainnya. Selama ini terkesan jalan masing-masing tanpa ada strategi bersama. Bank dengan core bisnis korporasi sudah masuk ke segmen mikro begitu pula bank segmen mikro telah merambah ke segmen korporasi sehingga tidak ada kompetitif advantage.
Muncul hangat wacana strategi merger ataupun akuisisi bank milik pemerintah, yang menimbulkan banyak opini publik. Merger pernah dilakukan pemerintah saat terjadu krisis tahun 1998 sehingga untuk menyehatkan bank dimerger dan dilakukan treatment sehingga bank tersebut tumbuh sehat kembali. Bedanya saat ini kalaupun bank milik pemerintah dimerger masih kalah besar dibandingkan dengan DBS, OCBC, CIMB, Maybank.
Jika wacana merger untuk membiayai perusahaan di Indonesia yang sudah mulai besar yaitu semisal Pertamina, PGAS, Semen Indonesia maka sejatinya pemberian kredit dengan nominal yang besar bisa dilakukan melalui sindikasi. Melalui sindikasi maka risiko kredit akan dibagi secara merata antar bank peserta sindikasi sehingga apabila terjadi kerugian tidak akan menimbulkan gejolak yang berarti. Sebagai contoh pengadaan kereta commuter line di Jakarta pun dilakukan melalui sindikasi sehingga bank di Indonesia berpengalaman.
Hal yang bisa saya usulkan adalah konsolidasi segmen antar bank, BRI fokus ke mikro, BTN fokus ke perumahan, BNI fokus ke Infrastruktur dan consumer and retail, Mandiri fokus ke korporasi. Sehingga tidak ada saling sikut antar bank di Indonesia. Jangan ada perang bunga simpanan jika hanya untuk menaikkan nilai aset, justru melalui perang bunga pemilik uang yang besar lah yang akan menang karena mereka akan mendapatkan bunga spesial dan akan menggerus margin laba bank. Jika pemerintah ingin menunjukkan gengsi dengan membuka cabang di negara ASEAN mengapa sejak tahun 1960 hingga sekarang hanya BNI yang membuka kantor cabang secara full branch di Singapura sedangkan bank kepemilikan asing bebas membuka cabang di Indonesia. Berarti selama ini asas resiprokal untuk membuka cabang di negara ASEAN kurang diperjuangkan dan hanya baru-baru ini diperjuangkan dengan bukti dilakukan penandanganan MoU antara pemerintah dengan otoritas keuangan Malaysia untuk dibolehkan mencicil modal dasar yang terlalu besar untuk membuka kantor cabang di Malaysia padahal bank dibandingkan pembukaan kantor cabang di Indonesia. Butuh modal sekitar 300 juta ringgit atau senilai Rp1,07 trilyun untuk membuka cabang di Malaysia sedangkan aturan bank asing boleh beroperasi di Indonesia tahun 1968 minimal hanya 1 juta dollar.
Miris memang jika melihat bank kita disuruh bersaing dengan bank lain namun pemerintah sendiri kurang memperjuangkan dengan contoh pemerintah selalu menarik dividen yang besar dari BUMN padahal jika pemerintah tidak menarik dividen dan mengembangkannya untuk operasinal BUMN maka mungkin BUMN di Indonesia bisa bersaing dengan Termasuk Singapura maupun Khazanah Malaysia.

Senin, 04 Mei 2015



PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL SAHAM-SAHAM
PADA PERIODE BULLISH DI BURSA EFEK INDONESIA



BAB 1


LATAR BELAKANG


Pembentukan Portofolio Optimal Saham-Saham Pada Periode Bullish Di
Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyusun portofolio
optimal saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan
model indeks tunggal pada periode Bullish.
Hasilnya adalah tersusunnya sebuah portofolio saham
yang terdiri dari empat saham, yaitu ASRI (48,72%), INDF (28,24%), BBNI
(16,32%), dan BKSL (6.71%).

BAB 2


TUJUAN PENILITIAN



Pengujian portofolio optimal yang dilakukan dengan menggunakan model
indeks tunggal telah membuktikan bahwa model ini memungkinkan untuk mendapatkan
kinerja portofolio yang optimal.Bayumashudi (2006) dalam Yuniarti (2010)
melakukan penelitian terhadap sahamsaham LQ45 di BEI, menghasilkan portofolio
yang optimal dengan nilai kinerja baik dan efisien yang menghasilkan return yang lebih
tinggi dibandingkan return pasar.

BAB 3


METODE PENELITIAN



Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang didasarkan atas survei terhadap
objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membentuk portofolio optimal
saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan model
indeks tunggal.
Instrumen investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham penutupan
setiap akhir bulan, IHSG akhir bulan, dan suku bunga SBI bulanan pada periode
2009-2011. Proses analisis menggunakan model indeks
tunggal. Analisis data yang digunakan untuk menentukan set portofolio yang efisien
adalah menggunakan model indeks tunggal.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Perhitungan Excess Return to Beta (ERB) dan nilai Ci Masing-Masing Saham
Excess return to beta (ERB) digunakan untuk mengukur kelebihan return relatif
terhadap satu unit risiko yang tidak dapat didiversifikasikan yang diukur dengan beta.
Portofolio optimal akan berisi aktiva-aktiva yang mempunyai nilai rasio ERB yang tinggi.
Rasio ERB yang rendah tidak dimasukkan ke dalam portofolio optimal. Nilai Ci merupakan
hasil bagi varian pasar dan return premium terhadap variance residual error saham
dengan varian pasar pada sensitivitas saham individual terhadap variance residual
error saham.Penelitian ini juga menemukan 11 saham yang memenuhi kriteria untuk masuk ke dalam
kandidat portofolio yang optimal, karena nilai ERB masing-masing saham lebih besar
dari nilai masing-masing Ci-nya.
2.Menentukan Cut-off Point (C*)
Nilai cut-off point (C*) adalah nilai Ci maksimum dari sederetan nilai Ci saham.

3. Menentukan Saham Kandidat Portofolio Saham-saham yang membentuk portofolio
optimal adalah saham-saham yang mempunyai nilai ERB lebih besar atau sama dengan
nilai ERB di titik C* sebesar 0,0260744.


BAB 5


KESIMPULAN


Setelah melakukan analisis pembentukan portofolio optimal menggunakan model
indeks tunggal di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2009-2011, maka implikasi penelitian
ini adalah untuk beberapa periode ke depan investor masih dapat berinvestasi
pada saham ASRI, INDF, BBNI, dan BKSL. Investasi masih bisa dilakukan pada saham
perusahaan-perusahaan tersebut karena pasar modal dan suku bunga SBI belum menunjukkan
perubahan yang signifikan dibandingkan periode pengamatan. Bagi perusahaan
yang sahamnya belum masuk ke dalam kandidat portofolio optimal dapat meningkatkan
lagi kinerjanya sehingga kinerja sahamnya akan semakin baik. Investor sebaiknya
selalu mengevaluasi secara berkala terhadap portofolio optimal yang terbentuk.
Selain itu, investor hendaknya selalu mengikuti perkembangan pasar modal sehingga
dapat segera bertindak bila ada perubahan dalam harga saham yang dapat mempengaruhi
investasi.


DAFTAR PUSAKA

DAFTAR PUSTAKA
Husnan, S. (2001) Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Jogiyanto (2007) Teori Portofolio dan Analisis
Investasi. Yogyakarta: BPFE.

Markowitz, H. (1952) “Portfolio Selection”.
The Journal of Finance, 7(1).

Suherman, G. (2007) “Analisis Kinerja Portofolio
Optimal Saham Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Infrastruktur,
Utilitas & Transportasi Pada Bursa Efek Indonesia”.
Jurnal Ichsan Gorontalo, Vol. 2, No. 3 (Agustus-Oktober), 2007:1045- 1060.

Sukarno, M. (2007) “Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Saham Menggunakan
Metode Single Indeks di Bursa Efek Jakarta.

Sulasih (2008) “Analisis Resiko dan Tingkat Pengembalian Pada Portofolio OptimalSaham
LQ 45 Di Bursa Efek Jakarta”,
http://jurnal.pdii.lipi.go.id

Tandelilin, Ed. (2001) “Beta pada Pasar Bullish dan Bearish: Studi Empiris di Bursa
Efek Jakarta”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 16(3).

Wardjianto (2005) “Perbandingan Kinerja Portofolio Saham Pada Pasar Bullish dan
Bearish: Studi Empiris pada Sahamsaham Jakarta Islamic Index (JII) BEJ”.
Tesis. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Magister Manajemen Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang.

Yuniarti, Sari (2010) “Pembentukan Portofolio Saham-Saham Perbankan dengan
Menggunakan Model Indeks Tunggal”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14(3),
459-466.