Minggu, 27 Maret 2016

Fenomena Transportasi berbasis Aplikasi

Dalam kesempatan kali ini, saya akan membahas sebuah kasus yang saat ini menjadi trend public. Ya, tidak lain adalah GOJEK 
Pada waktu itu , telah terjadi sebuah peristiwa yang mengkhawatirkan mahasiswa maupun mahasiswi Universitas Indonesia yaitu telah terdapat insiden pemukulan supir Gojek yang melintasi wilayah ojek pangkalan di tempat tersebut.

Apa penyebab dari tindakan kekerasan tersebut?
Sudah sangat jelas penyebabnya adalah akibat persaingan di lapangan.

Karena itu, salah satu pertanyaan penting yang mengemuka dalam talkshow nasional di FHUI Depok adalah kemungkinan membawa persoalan ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bagaimana hukum persaingan usaha melihat persaingan ojek konvensional dengan ojek online; apakah bisa dipersoalkan secara hukum?
 
Jawaban atas pertanyaan itu disampaikan Ditha Wiradiputra. Dosen hukum persaingan usaha FHUI ini berpendapat persoalan persaingan ojek konvensional dan ojek modern (online) bisa saja dibawa ke KPPU dengan menggunakan konsep predatory pricing. Tukang ojek yang merasa dirugikan bisa melaporkan masalah itu ke KPPU. Cuma menghitung jumlah ojek yang dirugikan bukan pekerjaan mudah.
 
Predatory pricing adalah tindakan suatu perusahaan menetapkan harga di bawah biaya produksi dengan maksud menyingkirkan pesaing. Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan “Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau memastikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
 
Penyelenggara ojek online selama ini dituduh menetapkan harga yang lebih rendah dari ojek pangkalan. Salah satu ojek online menerapkan biaya 10 ribu untuk perjalanan maksimal 25 kilometer. Biaya itu dilakukan selama masa promosi.
 
Unsur jual rugi adalah poin penting untuk membuktikan tuduhan predatory pricing.Penting juga diperhatikan apakah biaya rendah itu hanya dilakukan sebagai sarana promosi atau tetap digunakan setelah masa promosi selesai.
 
Menurut Ditha Wiradiputra, untuk membuktikan ada tidaknya predatory pricing maka perlu dihitung apakah biaya yang ditetapkan itu (10 ribu rupiah) berada di bawah biaya operasional atau tidak bisa menutupi biaya operasional. Namun perhitungan ini tidak mudah. “Masalahnya, ojek tidak punya tarif terstandar,” Ditha memberi alasan.
 
Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPU, Muhammad Reza, juga mengatakan pembuktian predatory pricing tak lepas dari pembuktian niat perusahaan ojek online untuk menyingkirkan pesaing. Jadi, selain membuktikan penjualan jasa dengan harga rendah, juga harus membuktikan niat perusahaan ojek online. “Masalahnya, untuk membuktikan niat menyingkirkan pesaing itu yang sulit,” kata Reza kepada hukumonlinemelalui sambungan telepon.
 
Mengatakan bahwa ada suatu perbuatan predatory pricing saja tidak cukup dalam perspektif hukum persaingan usaha. Prosesnya masih harus dilanjutkan dengan pembuktian-pembuktian.
 
Belum ada pengaduan
Hingga kini, kata Reza, KPPU  belum menerima satu pun pengaduan terhadap perusahaan ojek online, baik dari kompetitor maupun dari pihak ketiga yang independen. “(Kami) belum masuk ke investigasi,” tegasnya.
 
Meskipun demikian, KPPU tetap memantau perkembangan, khususnya mengenai legalitas perusahaan penyelenggara ojek online. KPPU masih ingin memperjelas apakah masalah ojek ini masuk ranah persaingan atau bukan mengingat legalitas ojek masih dipersoalkan, baik ojek konvensional maupun ojek online.

Memang, masalah persaingan dan legalitas perusahaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi terlepas dari legalitas itu, penting untuk melihat ojek online dari sudut pandang negatif dan positif. Di satu sisi, mungkin saja orang melihat masalah ini dari persaingan; dan di sisi lain sebagai sebuah inovasi atau kreativitas yang memudahkan tukang ojek mendapatkan penumpang.


Tanggapan saya mengenai kasus diatas :

1. Kita tidak bisa menyalahkan kemajuan teknologi, karena teknologi semakin lama akan semakin berkembang, walaupun Gojek di ilegal kan tetap saja suatu saat nanti akan muncul start up seperti gojek ini. Ojek pangkalan seharusnya bisa menerima perkembangan jaman atau mereka bisa bergabung dengan GOJEK.

2. Mengenai kebijakan harga , GOJEK merupakan perusahaan swasta merasa wajar apabila mereka mengontrol harga yang diberikan kepada pengguna ojek online ini.
Namun akan lebih baik bila pemerintah memberi standart harga yang ditentukan agar GOJEK tidak melewati batas harga yang telah ditentukan


3. Saya sangat mendukung dengan adanya GOJEK , karena bagi saya ini sangat nyaman serta efisien . Mengapa? nyaman karena menyebabkan minim kekerasan, pemerkosaan, karena sistemnya terintegrasi dengan perusahaan maka pengendara tidak akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, karena sudah terlacak oleh sistem.

4. Apabila kita selalu bersifat tradisional , maka negara ini akan tidak maju , bagaimana bisa kita maju apabila kita tidak bisa menerima perkembangan teknologi. Seharusnya kita mengikuti polanya , serta membuat hal-hal baru , agar terciptanya sebuah peluang yang menuntut kita untuk terus berkembang.

" Jangan pernah lupa yang kita bangun adalah sistem, selama sistem itu kuat makan negara itu kuat serta rakyat juga akan kuat."

- Susilo Bambang Yudhoyono